Sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia, Masjid Sunan Ampel yang terletak di Kota Surabaya menjadi saksi perjalanan penyebaran agama Islam di Nusantara. Banyak sisi dari masjid ini yang sangat menarik untuk diketahui.
Lokasi Masjid Sunan Ampel
Terletak di bagian Utara Kota Surabaya, Masjid Sunan Ampel mudah dicapai dengan berbagai moda transportasi. (Foto: Pergiyuk.com)
Masjid Sunan Ampel berada di Kota Surabaya bagian Utara, yaitu di kecamatan Semampir. Tepatnya, Jalan Masjid Ampel no. 53, Kelurahan Ampel. Wilayah tersebut dikenal dengan daerah santri karena banyak berdiri pesantren di sana. Seperti pendidikan agama sekolah diniyah dan berbagai majelis taklim.
Bisa dibilang, letaknya berada di tengah perkotaan, sehingga untuk akses ke masjid sangat mudah baik dengan transportasi pribadi maupun umum. Apalagi tak jauh dari masjid terdapat stasiun dan pelabuhan. Berikut beberapa cara menuju masjid ini.
Kendaraan Pribadi
Bila naik kendaraan pribadi, Anda bisa mulai dari pusat kota, atau Balai Kota Surabaya. Dari daerah itu, masuk ke Jalan Walikota Mustajab, kemudian belok kanan ke Jalan Genteng Kali. Lalu belok kanan untuk menyeberangi jembatan ke arah Jalan Undaan Kulon sampai Jalan Bunguran.
Ikuti terus jalan tersebut hingga Anda melewati Pasar Atom dan memasuki Jalan Dukuh. Kemudian belok kanan ke Jalan Nyamplungan. Dari jalan tersebut Masjid Sunan Ampel akan terlihat di sebelah kiri.
Kereta Api
Bila Anda menggunakan transportasi kereta api, cari kereta yang berhenti di Stasiun Surabaya Kota atau Semut. Jarak dari Stasiun Surabaya Kota ke masjid cukup dekat, hanya sekitar 1,42 kilometer. Anda bisa menggunakan transportasi becak untuk menuju masjid tersebut.
Selain itu bisa juga menggunakan angkot D jurusan Joyoboyo-Sidorame, lalu turun di gerbang masuk yang menuju Masjid Sunan Ampel dan makam yang berada di Jalan Nyamplungan.
Pelabuhan Tanjung Perak
Jarak Masjid Sunan Ampel dari Pelabuhan Tanjung Perak juga tak terlalu jauh, hanya sekitar 1,6 kilometer. Dari pelabuhan naik angkot USP jurusan Ujung-Perak-Petojo, lalu turun di seberang gerbang. Dari sana Anda tinggal berjalan menuju gerbang Masjid dan makam Sunan Ampel yang ada di Jalan Nyamplungan.
Terminal Bus Purabaya Bungurasih
Dari Terminal Purabaya bisa melanjutkan perjalanan menggunakan bus jurusan Jembatan Merah Plaza. Dari sana bisa menggunakan becak atau jalan kaki karena jaraknya hanya 0,65 kilometer ke Masjid Sunan Ampel.
Alternatif lain, dari Terminal Bungurasih Anda bisa naik bus P5 jurusan Purabaya-Tol-JMP, lalu turun di Tugu Pahlawan. Dari sana, lanjut naik angkot D jurusan Joyoboyo-Sidorame, lalu turun di gerbang masuk masjid yang ada di Jalan Nyamplungan.
Lagi cari rumah untuk dihuni atau untuk investasi? Simak 100 Rumah Dijual Terpopuler di Indonesia
Sejarah Masjid Sunan Ampel
Berdiri sejak zaman Majapahit, Masjid Sunan Ampel menjadi titik tolak penyebaran agama Islam di Nusantara. (Foto: Tirto.id)
Masjid ini dinamakan sesuai nama pendirinya, Raden Muhammad Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Ampel. Sunan Ampel adalah salah satu dari Wali Songo, penyebar Islam di Pulau Jawa.
Saat itu, pemerintahan Majapahit memberi tugas pada Raden Rahmat untuk mendidik moral para bangsawan dan kawula Majapahit. Ia diberi tanah seluas 12 hektar di Ampeldenta. Di tempat itulah ia memulai dakwah Islamnya sebelum menyebar ke daerah lain di Pulau Jawa. Ia pun mendapat nama Sunan Ampel.
Sunan Ampel mendirikan masjid di daerah Ampeldenta pada tahun 1421 bersama dua sahabatnya, Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, beserta para santrinya. Masjid ini pun menjadi titik awal penyebaran Islam di Jawa, seiring melemahnya pengaruh Majapahit, kerajaan Hindu-Budha terbesar, dan berdirinya Kesultanan Demak.
Selain mendirikan masjid, Sunan Ampel juga membangun Pondok Pesantren Ampel. Sayangnya tak ada literatur yang jelas mengenai siapa yang mengurus pengelolaan masjid selepas Sunan Ampel wafat. Baru sekitar tahun 1970 dibentuklah nadzir untuk mengelola masjid ini.
Nadzir pertama adalah Almarhum KH Muhammad bin Yusuf, lalu digantikan oleh KH Nawai Muhammad hingga tahun 1998. Saat ini meski nadzir Masjid Sunan Ampel belum resmi dibentuk namun pengelolaan masjid dilakukan oleh KH Ubaidilah. Sedangkan Ketua Takmir Masjid adalah H. Mohammad Azmi Nawawi.
Dalam perjalanannya, masjid ini mengalami beberapa kali perluasan. Adipati Aryo Cokronegoro adalah pejabat pertama yang melakukan perluasan dengan menambah bangunan pada bagian Utara masjid. Lalu Adipati Regent Raden Aryo Nitiadiningrat memperluas menjadi 22, 70X50, 55 meter pada tahun 1926.
Masjid Sunan Ampel kembali mendapat perluasan kembali pada tahun 1954. Dilakukan oleh KH Manaf Murtadho. Ia memperluas masjid hingga berukuran 25, 70X50 meter. Sampai saat ini, luas Masjid Sunan Ampel sekitar 4.000 meter persegi.
Arsitektur Masjid Sunan Ampel
Arsitektur Masjid Sunan Ampel merupakan perpaduan antara tradisional Jawa, Islam, dan Hindu. (Foto: Kompas.com)
Arsitektur Masjid Sunan Ampel memiliki filosofi yang tinggi. Tak hanya sebuah bangunan yang elok dan berseni. Setiap detail bangunannya memiliki makna dan arti yang sangat dalam. Perwujudan dari nilai-nilai Islam yang dilebur ke dalam arsitektur Jawa-Hindu. Berikut keindahan dan filosofi dari bangunan masjid ini.
Bahan Kayu Jati
Bangunan masjid disangga oleh 16 tiang berbahan kayu jati. Tiang berumur lebih dari 600 tahun ini memiliki panjang 17 meter tanpa sambungan dengan diameter 60 centimeter. Panjang 17 meter melambangkan jumlah rakaat shalat dalam sehari.
Di setiap tiang terdapat ukiran-ukiran kuno yang dibuat pada zaman Majapahit. Makna dari ukiran tersebut adalah Keesaan Tuhan. Sedangkan kayu jatinya didatangkan dari beberapa daerah di Jawa Timur.
Bukan sembarang kayu jati, karena kayu-kayu tersebut dipercaya memiliki ‘karomah’. Konon ketika pasukan asing menyerang Surabaya dengan senjata berat, Masjid Sunan Ampel tetap tegak berdiri tanpa terusik sama sekali.
Pintu
Masjid ini memiliki 48 pintu yang berada di sekeliling tembok masjid. Pintu ini adalah pintu asli sejak awal mula masjid ini dibangun. Lebar masing-masing pintu sekitar 1,5 meter dengan ketinggian sekitar 2 meter.
Pintu-pintu tersebut berbentuk melengkung di atasnya. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh arsitektur Arab pada bangunan masjid. Karena pola lengkungan tidak dikenal pada arsitektur Jawa. Ukiran-ukiran yang tembus mirip dengan kipas tampak di antara pintu dan lengkungan atas.
Atap
Atap masjid ini mengadaptasi arsitektur Majapahit. Terlihat dari atap tajug, yaitu berbentuk limas bujur sangkar, piramidal bersusun tiga. Dalam tradisi Jawa, tajug merepresentasikan gunung yang dianggap tempat suci.
Memang atap bersusun tiga ini merupakan elemen Hindu-Jawa. Namun di masjid ini, atap susun tiga dimaknai sebagai Islam, Iman, dan Ihsan, yaitu kesempurnaan keislaman seorang muslim. Islam, Iman, dan Ihsan merupakan inti dari ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah.
Menara
Menara menjadi salah satu keunikan atau ciri khas dari masjid ini. Berbeda dengan masjid-masjid pada umumnya, menara Masjid Sunan Ampel dasarnya terdapat di dalam masjid, lalu menembus atap.
Menara yang terletak di sebelah Selatan masjid ini menjulang hingga setinggi 50 meter. Konon menara tersebut telah tiga kali mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1870-1900, lalu 1910-1930, dan terakhir 2012 sampai sekarang.
Gapura
Ada lima gapura yang dibangun di area masjid. Gapura konon berasal dari bahasa Arab ghafura yang berarti ampunan, sehingga siapa saja yang akan masuk ke masjid agar memohon ampunan dahulu. Kelima gapura tersebut merupakan simbol dari lima rukun Islam.
Pertama, gapura di sebelah selatan yang bernama Gapuro Munggah (munggah dalam bahasa Jawa berarti naik). Dengan begitu gapura ini melambangkan rukun Islam yang kelima, yaitu naik haji.
Gapura kedua disebut Gapuro Poso (puasa). Gapura yang berada di sebelah Selatan ini mengajarkan umat muslim untuk berpuasa. Gapura ketiga, Gapura Ngamal (beramal) yang menyimbolkan pentingnya membantu sesama manusia.
Di sebelah Barat terdapat Gapura Madep (berarti menghadap), yang melambangkan menghadap kiblat untuk shalat. Dan gapura kelima adalah Gapura Paneksan (kesaksian), yang berarti kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah utusan Allah.
Fasilitas Dan Aktivitas Masjid Sunan Ampel
Masjid Sunan Ampel dibanjiri jamaah saat bulan Ramadan. (Foto: Jawapos.com)
Fasilitas di masjid ini memang biasa saja, layaknya masjid pada umumnya, seperti ruang shalat, tempat wudhu, juga ada area untuk membaca ayat-ayat suci. Area parkir di masjid pun cukup luas. Selain itu ada tempat beristirahat bagi para jamaah untuk sekadar meregangkan kaki.
Di belakang masjid terdapat kompleks makam Sunan Ampel yang meninggal tahun 1481. Kompleks ini selalu ramai didatangi oleh para penziarah. Di sebelah kiri halaman masjid terdapat sumur yang konon bertuah.
Selain shalat berjamaah lima waktu, masjid ini juga mengadakan pengajian secara rutin. Di sini juga diadakan pelajaran bahasa Arab di Lembaga Bahasa Arab program non-gelar. Proses belajar mengajar tersebut dilakukan di gedung samping timur masjid.
Saat bulan Ramadan, Masjid Sunan Ampel semakin ramai didatangi umat muslim. Mereka rata-rata datang untuk berdzikir di masjid sekaligus berziarah ke makam Sunan Ampel.
Di dekat masjid ada satu tempat yang populer, yaitu Kampung Arab. Disebut Kampung Arab karena daerah ini sebagian besar ditempati oleh keturunan Arab Yaman dan Cina. Mereka sudah menetap ratusan tahun di sana untuk berdagang. Kehidupan perdagangan di sana mengingatkan pada suasana Kota Mekah.
Di lorong panjang Kampung Arab berjejer kios-kios. Mereka menjual beragam pernak-pernik Islami, seperti gamis, peralatan shalat, parfum, hingga kosmetik. Selain itu juga terdapat beragam kuliner ala Timur Tengah, seperti nasi kebuli, kebab, berbagai olahan kambing, nasi biryani, hingga roti maryam. Meriah.
Jadi mau cari rumah, ruko, apartemen, atau investasi properti? Pahami potensi wilayahnya mulai dari fasilitas, infrastruktur, hingga pergerakan tren harganya lewat AreaInsider.
Hanya Rumah247.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah