Beji memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang. Sejak zaman kolonial hingga generasi milenial, Beji terus mengalami kemajuan dan kini menjelma sebagai kawasan yang ramai, baik penduduk maupun fasilitasnya.
Terbukti, Kecamatan Beji menjadi salah satu wilayah terpadat di Kota Depok. Belum lagi akses Beji yang sangat mudah, yaitu bisa melalui jalan biasa dan jalan tol serta menggunakan moda transportasi publik, seperti kereta dan bus.
Dengan infrastruktur yang hebat, Beji tumbuh dan berkembang cukup pesat, termasuk bidang ekonomi. Fasilitas-fasilitas bersifat komersial semisal pusat perbelanjaan, apartemen, dan hotel, cukup banyak bermunculan di kecamatan ini. Tak pelak, Beji turut berperan signifikan dalam membentuk Depok menjadi kota metropolitan.
Di balik kemajuan Beji, muncul pertanyaan seputar asal mula terbentuknya wilayah ini. Ya, meski nama Beji cukup melekat di benak warga Depok, namun kebanyakan masih belum mengetahui sejarah tentang Beji.
Berbagai literatur yang menjadi rujukan kemudian mengacu pada satu nama tokoh yang melegenda di kalangan masyarakat Beji, yakni Mbah Raden Wujud Beji. Mengapa hingga namanya digunakan sebagai nama kawasan, berikut ceritanya.
Mau punya rumah di Beji dan sekitarnya dengan harga terjangkau dan cocok untuk pasangan muda? Temukan pilihan rumahnya dengan harga mulai dari Rp350 jutaan di sini!
Asal Usul Beji
Situs sejarah yang diyakini mengisahkan asal-usul nama Beji. (Foto: merdeka.com)
Menarik memang coba mengulik asal usul nama suatu wilayah. Ada wilayah yang mengadopsi nama besar seseorang, ada yang mengaitkan dengan peristiwa tertentu, ada pula yang ingin menonjolkan ciri khas wilayah tersebut, dan lain sebagainya.
Tak terkecuali Kecamatan Beji, yang konon katanya diambil dari nama seorang tokoh agama yang juga seorang pejuang. Dari penelusuran berbagai sumber informasi, diperoleh sebuah kisah tentang asal usul nama Beji yang sudah tersampaikan dari generasi ke generasi.
Bagi masyarakat Beji, penamaan Beji ditengarai memiliki keterkaitan yang erat dengan keberadaan Cagar Budaya Sumur 7 Mbah Raden Wujud Beji. Dari sinilah kemudian timbul keyakinan bahwa nama Beji memang diambil dari nama Mbah Raden Wujud Beji.
Alkisah, Mbah Raden Wujud Beji atau dikenal dengan panggilan Mbah Beji merupakan seorang ulama asal Cirebon yang berjuluk Wali Allah (aulia). Menurut informasi, Depok merupakan salah satu wilayah yang dilintasi oleh para ulama dari Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten.
Nah, Mbah Beji merupakan salah satu ulama yang mengemban misi dakwah penyebaran agama Islam di Depok. Selain mengenalkan dan mengajarkan agama Islam, Mbah Beji juga dikenal sebagai sosok yang menentang penjajahan Belanda. Tak jarang beliau kerap berkonfrontasi dengan kompeni Belanda dalam setiap aktivitas dakwahnya.
Perlawanan yang dilancarkan Mbah Beji terhadap kompeni Belanda memaksanya untuk menetap di permukiman etnis Cina di Depok yang kini dikenal dengan sebutan Pondok Cina.
Penduduk setempat kala itu sangat terbuka dengan kedatangan Mbah Beji. Di wilayah ini, Mbah Beji tidak hanya menyebarkan Islam sambil berjuang melawan kompeni, tetapi juga memanfaatkan kesuburan tanah Depok untuk bercocok tanam bersama dengan penduduk lainnya.
Pada suatu masa, Depok dilanda kekeringan karena musim kemarau berkepanjangan. Penduduk kesulitan mendapatkan air untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk mengairi sawah dan perkebunan.
Mbah Beji kemudian berusaha mencari titik mata air hingga berhasil memperoleh sebanyak 7 titik mata air. Beliau pun memanjatkan doa kepada Allah SWT agar dari ketujuh titik mata air tersebut mengeluarkan air. Atas kuasa Allah SWT, 7 titik mata air tersebut membentuk sumur yang tidak kering hingga saat ini dan dijadikan cagar budaya.
Sumur Mbah Beji Yang Tak Pernah Kering
Sumur keramat Beji yang tidak pernah kering, rutin dikunjungi para peziarah. (Foto: hariansederhana.com)
Sumur ke-1 dari Cagar Budaya Sumur 7 Mbah Raden Wujud Beji berlokasi di Jl. Keramat Jaya I No.19B, RT 001/012, Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat. Keenam sumur lainnya berada tersebar di Kecamatan Beji.
Sementara petilasan atau makam Mbah Beji berada di Jl. Terong No.1, Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat, dekat dengan Masjid Nurussalaam. Petilasan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Keramat Mbah Beji memiliki sebuah bangunan yang dinaungi pohon beringin.
Di dalam bangunan tersebut terdapat koleksi beberapa jenis senjata peninggalan tentara Islam Banten yang tersusun rapi di samping petilasan Mbah Beji. Setiap tanggal 14 bulan Maulud, komplek makam ini ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah.
Kini, Keramat Mbah Beji menjadi situs bersejarah di Kota Depok, khususnya Kecamatan Beji yang patut dilestarikan.
Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, kpr, pajak, hingga legalitas properti di Panduan Rumah247.com.
Sejarah Berdirinya Beji
Stasiun Depok tempo dulu, bersama Pondok Cina menjadi navigasi yang penting dalam perjalanan kereta Jakarta-Bogor. (Foto: metro.sindonews.com)
Rasanya sulit untuk menyingkap tahun berapa nama Beji resmi digunakan sebagai sebuah wilayah di Depok sebab belum ditemukan sumber informasi yang valid. Jika dikaitkan dengan nama Mbah Raden Wujud Beji, maka setidaknya Beji sudah mulai eksis bersamaan dengan munculnya nama Depok.
Ada juga informasi bahwa nama Beji sudah terdeteksi pada tahun 1816 sebagai sebuah kampung yang berdekatan dengan kampung Pondok Cina dan Pondok Kemiri. Terlepas dari sejarah penamaan Beji terdapat dalam berbagai versi, seiring waktu berjalan nama Beji kalah tenar dibanding Pondok Cina, Depok, bahkan Citayam.
Pasalnya, ketika pada tahun 1874 dirintis pembangunan rel kereta api Batavia-Buitenzorg (Jakarta – Bogor), stasiun pemberhentian yang dibangun adalah Pondok Cina, Depok, dan Citayam. Tiga kampung inilah yang menjadi penanda navigasi penting dalam pengoperasian naik-turun barang dan penumpang kala itu.
Nama Beji semakin tenggelam ketika sebagian tanah-tanahnya disatukan ke area Pondok Cina. Sementara Pondok Cina mulai dicirikhaskan sebagai wilayah urban, sedangkan Beji masih saja bersifat rural (pedesaan). Namun demikian, nama Beji tetap dikenal sebagai sebuah kampung yang eksis sejak lama.
Masa demi masa terlewati, nama Beji masih belum bisa mengalahkan ketenaran Depok dan Pondok Cina. Di koran-koran yang terbit pada zaman dulu, sangat jarang nama Beji disebut-sebut. Akan tetapi dalam perjalanan sejarah yang lebih modern, justru nama Beji digunakan sebagai wilayah yang membawahi Pondok Cina.
Kecamatan Beji modern dibentuk pada tahun 1981 berbarengan dengan Kecamatan Depok yang statusnya ditingkatkan menjadi Kota Administratif (Kotif) Depok. Kecamatan Beji waktu itu membawahi 5 desa, yaitu Desa Beji, Desa Pondok Cina, Desa Kemiri Muka, Desa Tanah Baru, dan Desa Kukusan.
Kotif Depok terus mengalami perkembangan pesat hingga pada tahun 1999 “promosi’ menjadi Kota Madya Depok, seluruh desa kemudian berganti menjadi kelurahan. Dan bukan hanya Depok yang berkembang, Kecamatan Beji pun ikut dimekarkan dengan menambah satu kelurahan lagi, Kelurahan Beji Timur.
Wajah Beji Kini
Kawasan Beji masa kini yang semakin ramai dan lengkap dengan fasilitas umum. (Foto: capangker.com)
Total ada 6 kelurahan yang berada dalam naungan Kecamatan Beji, yaitu Kelurahan Beji, Beji Timur, Kemiri Muka, Pondok Cina, Kukusan, dan Kelurahan Tanah Baru. Dibandingkan kecamatan di Depok lainnya, Kecamatan Beji punya banyak daya tarik.
Beji di era kekinian pun telah menjelma sebagai sebuah kawasan yang cukup mentereng. Selain infrastruktur yang masif, fasilitas umum yang tersedia juga sangat lengkap. Pertumbuhan kawasannya yang pesat, yang didukung fasilitas lengkap dan kekinian, membuat Beji menyimpan peluang yang menjanjikan.
Tak ayal pasar properti di kawasan ini begitu menarik, baik bagi para pelaku bisnis properti, maupun kaum urban yang tengah mencari hunian, karena hanya selangkah dari Jakarta.
Jadi mau cari rumah, ruko, apartemen, atau investasi properti? Pahami potensi wilayahnya mulai dari fasilitas, infrastruktur, hingga pergerakan tren harganya lewat AreaInsider.
Hanya Rumah247.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah